Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

Keluarga juga sebagai tempat pembinaan pertama (madrasatul ula) menjadi sangat menentukan akan fondasi keimanan yang kokoh dan melahirkan anak-anak yang baik secara kualitas dan kuantitas. Karena pernikahan merupakan salah satu sunnah Rasul dan merupakan anjuran agama. Pernikahan yang disebut dalam Al-Qur’an sebagai miitsaaqan ghaliizhah (perjanjian agung), bukanlah sekedar upacara dalam rangka mengikuti tradisi, bukan semata-mata sarana mendapatkan keturunan, dan apalagi hanya sebagai penyaluran libido seksualitas atau pelampiasan nafsu syahwat belaka. Rasulullah SAW bersabda bahwa “Suami adalah penggembala dalam keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas gembalaannya dan isteri adalah penggembala dalam rumah suaminya dan bertanggungjawab atas gembalaannya.”

                Masing-masing dari suami-isteri memikul tanggungjawab bagi keberhasilan perkawinan mereka untuk mendapatkan ridha Allah SWT. Apabila masing-masing lebih memperhatikan dan melaksanakan kewajibannya terhadap pasangannya daripada menuntut haknya saja, Insya Allah, keharmonisan dan kebahagian hidup mereka akan lestari sampai hari Akhir. Sebaliknya, apabila masing-masing hanya melihat haknya sendiri  karena merasa memiliki kelebihan atau melihat kekurangan dari yang lain, maka kehidupan mereka akan menjadi beban yang sering kali tak tertahankan.

                 Jadi sangat penting bagi seorang Muslim membangun kompetensi untuk membangun keluarga. Kompetensi keluarga adalah segala pengetahuan, keterampilan, dan sikap dasar yang harus dimiliki agar seseorang dapat berhasil membangun rumah tangga yang kokoh yang menjadi basis penegakan nilai-nilai Islam di masyarakat dan membangun moralitas anak bangsa.

Ada beberapa Contoh Model Keluarga :

 • Yang pertama,model keluarga Nabi Nuh dan Nabi Luth. Suaminya saleh, istrinya durhaka.

 • Yang kedua, keluarga Fir’aun. Istrinya salehah tapi suaminya durhaka.

 • Yang ketiga, keluarga Nabi Ibrahim. Suami dan istri taat kepada Allah. Bahkan sampai anak cucunya.

 • Yang keempat, keluarga Abu Lahab. Baik suami maupun istri sama-sama durhaka.

Dan dengan contoh keluarga di atas semoga kita bisa memilih dan mencontoh keluarga yang bisa membawa kita ke surga dengan keluarga yang sakinah mawaddah warahmah.

 

“Kenangan yang kita buat bersama keluarga adalah segalanya.”-

Nadia Hanifah